Advertisement
Oleh : Dedi Tmonk, Surabaya 24 Juli 2016
“Kalau mahasiswa mengadakan pameran di luar berarti siap untuk digebukin. Artinya siap menerima kritik yang pedas dan tajam. Ini justru bagus untuk membangun identitas, karakter dan mental dalam berkarya” (M. Dwi Maryanto)
Merujuk tajuk “Pameran Tugas Akhir 2016” para mahasiswa ditantang untuk mengaplikasikan bidang keilmuannya agar senantiasa dapat memberikan gagasan-gagasan kreatifnya dalam wujud cipta maha karya sekaligus mencerminkan situasi kekinian dalam masyarakat atau kontekstual. Pameran Tugas Akhir mahasiswa/i Seni Murni Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya, sebagai program Seni Rupa, dalam kesempatan ini menghadirkan seluruh karya yang merupakan representasi penerapan pengetahuan ilmu medan sosial monopoli dunia rupa.
Eksibisi dibuka secara resmi oleh pembukaan pameran yang turut dimaknai dengan serangkaian berbagai kegiatan kelas kreatif diskusi, live akustik, perfom art yang tentunya terkait program akademika. Pameran berlangsung membagi sama rata porsi karya dua dan tiga dimensi kelimabelas Mahasiswa/i ini yang menghasilkan lebih dari berkisar insyallah 70 puluh karya untuk dipajang di ruang pamer Galeri Rakuti Surabaya. Karya-karya yang diusung bernafaskan eksperimental bahan dan materi, mulai menggabungkan beberapa teknik hingga bahan baku karya. Teknik spray hingga kolaborasi antara teknik nyata dan teknik semu, lipatan-lipatan kain yang dianggapnya memupus rasa dalam aktivitas.
Ini menjadi paradoks atas definisi membajak mengurai tanah kering menjadi subur dirinya yang hadir menjelma bertahan bertumpah ruah di Gedung Fs Seni Murni - Galeri Rakuti. Agenda ini sejalan pula dengan salah satu visi misi, yakni menyelenggarakan kegiatan yang bersifat perluasan pengetahuan kepada publik, seraya membuka ruang ekspresi dan apresiasi bagi rakyat jelantah.
Pameran menjadi tonggak baginya untuk serius dalam dunia seni rupa khususnya. Dalam hal teknis saja cukup memakan waktu, karena antara undangan dan waktu pelaksanaannya terlalu mepet. Karya terbaru potret diri di pamerkan menampilkan suasana psikologis sisi lain gaya hidup masyarakat hedonis yang berkaitan dengan kesenian, balutan warna dan tekstur, kesan yang muncul dari lukisan ialah kegelisahan kecemasan yang membicarakan isu dunia fatamorgana penanda kehidupan dunia absurd wujud pentransformasian manusia yang sudah bagaikan mesin waktu yang mengingatkan kita pada hal kematian.
Kelahiran mahasiswa/i pelepasan dirinya menempuh hidup dengan identitas benar-benar baru, ekspresi wajah pola kain menjadi teks seorang ibu penciptaan tali kekuasaan dengan pola-pola kain sarung bermotif batik menjadikan pohon-pohonan kering bagaikan elastifitas gerak manusia tervisualisasi dalam gerak tugas yang tidak perna berakhir namun berhenti pada spasial-spasial menuju titik titik berikutnya. Karya dengan sengaja dihadirkan para mahasiswa tingkat akhir ini menawarkan lompatan imajinasi yang tak terduga, mencerminkan kepekaan sosial, serta berupaya mengkritisi fenomena di sekitarnya.
Pesatnya pembangunan, bisingnya kota dan bertambahnya populasi bukan alasan untuk mematikannya karena melalui melakukan manusia bisa berkaca dan belajar mengenal kehidupan yang sebenarnya. Tema perubahan waktu yang gila dihadirkan dengan tujuan mendorong mahasiswa bukan hanya untuk mengalami, tetapi juga memahami akan kehidupan. Pameran karya mahasiswa tingkat akhir Jurusan Pendidikan Seni Rupa, yang dibuka pada tanggal 26 - 29 juli 2016 ini, diikuti 15 Mahasiswa/i meliputi seni Seni Lukis, Seni Grafis, Seni Patung dan 1 Mahasiswa synopsis Skripsitural.
Senyum puas bisa terlihat di wajah ketika melihat Galeri Rakuti. Sekat-sekatnya terbangun baik. Udara sejuk keluar dari ruangan. Selain itu, warna menyiratkan sebuah galeri yang berkelas. Lampu-lampu sorot memperlihatkan tiap detail karya yang ada dalam ruang pamer, galeri yang sederhana namun terasa nyaman bisa dinikmati.
Masih minim satu di antara beberapa orang yang masih peduli terhadap nasib Galeri Rakuti, mungkin karena Galeri Rakuti menjadi tempat pameran yang layak hatipun tergerak melakukan sesuatu untuk mempercantik galeri namun tidak menggubah bangunan asli dan sama sekali tidak ada niatan merusak cagar budaya melainkan yang mereka lakukan hanyalah melestarikan galeri. Pemasangan pameran di galeri dengan niat mempercantik meski tidak berskala besar namun Galeri Rakuti sangat relevan. Kesahajaan dengan ukuran kesederhanaan yang ada (Seharusnya ada apresiasi lebih).
Mahasiswa/i yang nekad berani menggelar pameran tunggal bukan berarti mahasiswa/i seni rupa terlena dengan tembok kampus. Minimnya satu di antara beberapa orang yang masih peduli terhadap nasib Galeri Rakuti, mungkin karena Galeri Rakuti menjadi tempat pameran yang layak bagi mereka, hati mereka bisa jadi tergerak melakukan sesuatu untuk mempercantik galeri tidak menggubah bangunan asli sama sekali karena tidak ada niatan diri mereka untuk merusak cagar budaya, melainkan yang mereka lakukan hanyalah sebatas melestarikan Galeri Rakuti.
Sebelumnya tempat itu terasa muram karena tidak terawat (miris), melihat kondisi galeri merasa sedih dengan kondisi atap bangunan perlu adanya renovasi galeri kebanggaan cukup menyedihkan kondisinya. Karena terasa menyesakkan jika melihat sebuah galeri dengan kondisi berkebalikan. Ke depan, berharap hal kecil yang sudah dilakukannya untuk bisa mendorong pihak lain untuk peduli, ini langkah kecil dan jangan lagi menutup mata untuk persoalan ini.
Terus berkarya, jaga meja baca dan perkuat lingkar diskusi. Kepada perupa pamer terlebih penulis memohon maaf sekaligus menyampaikan terima kasih atas patriotmu. Toss, Asikin! (pojokseni.com)