Gunakan Ban Bekas, Pentas Menikam Jejak Nihilkan Pemahaman Tunggal -->
close
Pojok Seni
23 June 2016, 6/23/2016 09:24:00 PM WIB
Terbaru 2016-06-23T14:24:12Z
BeritaMedia Patner

Gunakan Ban Bekas, Pentas Menikam Jejak Nihilkan Pemahaman Tunggal

Advertisement
Gunakan Ban Bekas, Pentas Menikam Jejak Nihilkan Pemahaman Tunggal (foto : pojokseni.com)

pojokseni.com - Alkisah, muncul perselisihan dua punggawa adat tanah Minangkabau, Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih nan Sabatang. Mereka mempermasalahkan soal hubungan asmara Ambun Suri dengan seorang pemuda biasa bernama Pati Alam. 

Datuk Katumanggungan berpendapat bahwa ambun suri yang berdarah bangsawan tidak boleh memiliki hubungan dengan lelaki yang derajatnya lebih rendah. Ia harus berhubungan dengan bangsawan pula. Namun, itu ditentang oleh Datuk Parpatih nan Sabatang. ia berpendapat bahwa hubungan asmarah haruslah ditentukan oleh hati.

Sebenarnya tak hanya masalah itu saja yang membuat kedua Datuk itu berbeda pendapat. Mereka juga tak sepaham tentang hukum adat. Datuak Parpatiah menginginkan masyarakat diatur dalam semangat yang demokratis, atau dalam tatanannya, "Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". 

Namun Datuak Katumanggungan menginginkan rakyat diatur dalam tatanan yang hirarki "berjenjang sama naik, bertangga sama turun".

Sementara itu, Pati Alam masih bersikeras untuk dapat meninang Ambun Suri. Ia rela melakukan apapun agar dapat meminang pujaan hatinya. Namun, sebelum ia dapat meminang Ambun Suri, ajal telah lebih dulu menjemputnya. Sedangkan perbedaan pendapat dari kedua Datuk itu belum juga terselesaikan. 

Akhirnya, agar pertikaian tak berlarut-larut dan tak pula banyak korban jiwa. Datuk Parpatih dan Datuk Katumanggungan melampiaskan emosinya dengan menikam sebuah batu. 

Cerita itulah yang dipentaskan di Teater Arena Mursal Eisten, Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang, pada hari Rabu (22/6/2016). Pertunjukan bertajuk "Menikam Jejak" karya/sutradra Fabio Yuda ini dipentaskan dalam rangka ujian akhir (S2) penciptaan seni teater Pasca Sarjana, ISI Padangpanjang.

"Pertunjukan dengan durasi sepanjang 90 menit tersebut digarap dalam waktu 5 bulan," terang Fabio pada pojokseni.com.

Fabio Yuda mencoba mereinterpretasikan kisah Batu Batikam tersebut dengan mewujudkannya dalam bentuk pertunjukan teater dengan mayor utama tubuh. Hal itu dikenal dalam dunia teater dengan Physical Theatre atau Teater Tubuh. 

"Kisah Batu batikam ini adalah kisah yang sangat penting untuk dipelajari ulang. Selain memberikan hikmah dari indahnya perdamaian, kisah ini juga memberikan gambaran tentang dua sistem pemerintahan dalam adat Minangkabau," kata Fabio.

Pada penggarapannya kali ini, Fabio mencoba menggarap dan mengolah tubuh-tubuh aktornya untuk menyampaikan esensi dari kisah Batu Batikam. 

“Ini merupakan kali pertamanya saya menggarap pertunjukan tetaer dengan bentuk seperti ini,” tambah Fabio

Gunakan Ban Bekas, Pentas Menikam Jejak Nihilkan Pemahaman Tunggal (foto : pojokseni.com) 


Media Ban Bekas


Hal yang menarik dari pertunjukan ini, Fabio memilih ban bekas sebagai media ekplorasi para aktornya. Tak hanya itu, ban bekas itu juga berfungsi sebagai penanda ruang dan juga sebagai teks para aktor.

“Ban bekas itu mempunyai lobang ditengahnya, sama seperti batu batikam. Selain itu, kisah Batu Batikam juga sama seperti ban bekas yang telah berguling menyusuri perputaran zaman begitu lamanya," terang dia.

Dengan terus berguling menyusuri perputaran zaman begitu lamanya, sambung Fabio, ban bekas menjadi tipis, rusak dan tak berguna. Ban bekas itu harus kita maknai ulang. Seperti kisah Batu Batikam ini. 

“Apa kita akan membakarnya habis-habis? Atau kita membahasnya secara kreatif?” lanjutnya.

Dalam konteks penyutradaraan, Fabio dengan cermat menggarap peristiwa demi peristiwa diatas panggung. Dengan dibantu gerak atraktif para aktor, adegan demi adegan tak terasa monoton. Spectacle-spectacle juga terasa tergarap. 

Namun terdapat sedikit persoalan pada konteks pemeranan, dimana para aktor kurang memiliki kesadaran tubuhnya sebagai gagasan. Dan juga beberapa aktor juga masih merasa asing terhadap media ekplorasi utamanya yaitu ban bekas.

Fabio seakan menihilkan pemahaman tunggal, dalam pertunjukan ini. Penonton dibiarkan bebas menangkap makna yang bertebaran dari peristiwa-peristiwa yang Fabio suguhkan. (isi/pojokseni.com)

Ads