Advertisement
pojokseni.com - Bagi sebagian orang, tari dipandang sebagai bentuk gerak yang indah, tetapi bagi sebagiannya lagi tari dianggap sebagai sekedar bentuk. Di dalamnya terdapat keterpaduan antar anggota tubuh, nafas, juga energi yang disalurkan pada setiap gerak. Selanjutnya gerak demikian menjadi komponen roda yang berjalan beriringan untuk membentuk ruh dari tari tersebut.
Studi kasus pada tari Klasik Gaya Yogyakarta yang dibagi menjadi 3 yakni putri, putra halus, putra gagah dengan aturan geraknya masing-masing. Kewajiban penari haruslah menaati dari aturan-aturan tersebut. Meskipun penari berhak pula untuk menyesuaikan aturan gerak terhadap diri masing-masing.
Th. Suharti mengungkapkan dalam diskusi Senrepita bahwa tari dalam bahasa Jawa disebut mataya/taya yang berasal dari Sang Hyang Taya. Konsep Nyawiji, Greget, Sengguh, dan Ora Mingkuh dalam tari Klasik Gaya Yogyakarta disertai teknik ngawet (putra) dan keluwesan cethik (putri). Kedua teknik inilah yang juga dapat menghidupkan tariannya. Teknik ini berpusat pada area pinggul dengan pusat energi di bagian pusar.
Saat ini tari lebih banyak dilihat sebagai pertunjukan yang menampilkan penari dan gemulai gerak tubuhnya, namun bagaimana gerak-gerak tersebut memiliki fungsi bagi tubuh itu sendiri. Ketika penari memulai mendisiplinkan gerak tubuhnya menurut konsep-konsep yang diajarkan hingga akrab dengan tubuhnya adakah suatu capaian yang lebih dari sekedar gerak.
Untuk itu, mari lebih mengenal tentang seni tari lewat Ruang Bincang Seni ke 6 (RBS#6) bertajuk "Dance Healing: Gerak & Energi Dalam Tari Klasik Gaya Yogyakarta"
Acara ini akan mendatangkan narasumber, antara lain :
1. Dr. Martinus Miroto, MFA
2. Dra. Winarsi Lies Apriani, M.Hum
Catat waktu dan tempat acaranya :
Tanggal : Kamis, 31 Maret 2016
Waktu : 18.30 – 21.00 WIB
Lokasi : Pendhapa Art Space
Jalan Lingkar Selatan (Ring Road Selatan) Tegal Krapyak RT 01, Panggungharjo, Sewon, Bantul Yogyakarta 55188. (net/pojokseni)
