Advertisement
Saut Situmorang ketika menjalani persidangan beberapa hari lalu |
pojokseni.com - Sidang pengadilan terhadap Saut Situmorang kembali akan dilanjutkan pada tanggal 11 Februari 2016 mendatang, dengan agenda sidang Eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Sebelumnya, sidang sudah dilakukan pada tanggal 3 Februari 2016 lalu. Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan unsur kejahatan yang dilakukan oleh Saut.
Seperti yang sudah digadang-gadang, Saut memang dinyatakan melanggar pasal 310 ayat 2, 311 KUHP, dan yang pastinya : pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 UU ITE. Sementara itu, Saut Situmorang didampingi oleh pengacara Asri Vidya. Laporan tersebut datang dari sesama penyair, Fatin Hammamah.
Namun, sangat polos apabila kita hanya melihat kasus ini sebagai bentuk fitnah (pasal 311), pencemaran nama baik (pasal 310) atau pelanggaran UU 'karet' ITE tersebut. Karena, apabila ingin melihat kebenaran dari kasus ini, ikuti perkembangan kasus tentang penerbitan buku "33 Sastrawan paling berpengaruh".
Diawali dari dimasukkannya nama Denny JA sebagai salah satu 'Sastrawan' lalu 'Paling Berpengaruh', hingga memunculkan gelombang penolakan dari berbagai pihak. Fatin yang dianggap 'makelar', berkali-kali menepis tuduhan tersebut. Meskipun Fatin terus menolak, namun beberapa bukti tetap menguatkan bahwa ia terlibat langsung dengan buku paling kontroversial di 2015 itu.
Salah satunya, pernyataan Ahmadun YH, yang mengaku "dirayu" oleh Denny JA, melalui Fatin Hammamah untuk menulis sebuah puisi essay dengan bayaran Rp 10 juta untuk satu puisi. Ia terus menolak, karena mencium adanya politisasi sastra dan gelagat kurang sehat. Selain itu, baginya menerima hal itu sama saja "Melacurkan diri dalam sastra".
"Saya sempat berdebat keras dengan Fatin di Tamini Square, disaksikan Mustafa Ismail, Remy Novaris DM, dan Dad Murniah, dan sampai akhir pertemuan saya tetap bersikeras menolak pesanan itu. Tapi, Fatin terus merajuk, dan rajukannya terus berlanjut lewat sms sampai saya pulang. Sialnya, sekitar dua hari kemudian, saya terdesak kebutuhan dana sosial (ya beginilah nasib penyair, sering kekurangan uang untuk mememuhi kebutuhan mendadak)," tulisnya di laman FB, awal-awal sebelum buku tersebut diterbitkan. (@pojokseni)