Advertisement
Joko Pinurbo, sumber gambar : geotimes |
Joko Pinurbo, salah satu penyair Indonesia yang berhasil membuat sihir lewat diksi sederhana khas. Kali ini, dua buah puisi yang berjudul sama, Celana 1 dan Celana 2 akan coba dianalisa dengan pendekatan struktural juga pragmatik oleh Adhyra Irianto dan Diah Irawati S.S M.Pd.
Analisa Puisi 'Celana 1' karya Joko Pinurbo
Oleh : Adhyra Irianto dan Diah Irawati Adhy S.S M.Pd
Celana, 1
Ia ingin membeli
celana baru
Buat pergi ke
pesta
Dan menarik
Ia telah mencoba
seratus model celana
Di berbagai toko
busana
namun tak
menemukan satu pun
yang cocok
untuknya.
Bahkan di depan
pramuniaga
Yang merubung
dan membujuk-bujuknya
Ia malah
mencopot celananya sendiri
Dan
mencapakannya.
“kalian tidak
tahu ya
Aku sedang
mencari celana
Yang paling pas
dan pantas
Buat nampang dikuburan.”
Lalu ia ngacir
Tanpa celana
dan berkelana
mencari kubur
ibunya
hanya untuk
menanyakan:
“ibu, kau simpan
di mana celana lucu
Yang kupakai
waktu bayi dulu?”
(1996)
Kata-kata yang digunakan oleh Joko Pinurbo dalam
puisinya Celana (1) rata-rata menggunakan kata-kata sehari-hari. Bila dilihat
secara kesatuan atau larik, ia membentuk kalimat yang sangat biasa yang sarat
makna. Ia menggunakan kata-kata biasa seperti dalam baris “Ia membeli celana
baru” dan terlihat seperti kalimat yang terkesan asal-asalan. Bahkan, ia juga
menggunakan kata-kata yang tidak baku seperti “nampang” dan “ngacir”. Namun,
setelah memasuki bait ke empat dan kelima, baru disadari bahwa kalimatnya
bermakna konotatif atau memiliki arti lain. Dari kedalaman pesan itulah, ada
imaji yang timbul berbeda dari setiap pembaca.
Dapat disimpulkan, pendekatan sturuktural melalui
struktur fisik, tidak semerta bias dilakukan untuk menyadari maksud puisi ini.
Analisa yang paling tepat, menurut saya, adalah penyelaman makna secara
struktur batin. Dengan mencari tema yang dikehendaki penulis, amanat serta rasa
dan imaji. Namun, tetap memperhatikan diksi yang digunakan penulis sebagai
bahan tambahan analisa. Berikut hasil analisa puisi Celana (1) berdasarkan
pendekatan struktur batin :
Penyair menganalogikan celana dengan “Jati diri”. Di
bait pertama, ia menyatakan hendak mencari jati dirinya yang baru, yang begitu
duniawi dan penuh foya-foya dan gemerlapan. Selain itu, pribadinya dapat dirasa
lebih menarik, kemungkinan dikaitkan dengan daya tarik pada lawan jenis. Hal tersebut dapat terlihat dari bait ini :
Ia ingin membeli celana baru
Buat pergi ke pesta
Supaya tampak lebih tampan
Dan menarik
Kemudian, penyair terus mencari jati dirinya yang
sesungguhnya.Ia mencoba berbagai cara, namun tidak ada satupun yang membekas
dihatinya. Meskipun berbagai cobaan dan bujukan dari luar mencoba menggodanya,
namun sepertinya tidak ada satupun yang menurut penulis cocok dengan hatinya.
Karena begitu tidak berkenan dihatinya, ia bahkan “mencampakkannya” tepat
didepan “pramuniaga” yang mencoba untuk membujuknya. Dengan kata lain,
puncaknya ia meninggalkan hal yang berkaitan dengan gemerlapan dunia karena
dirasa tidak sesuai dengan jati dirinya. Sedangkan “pramuniaga” yang
dimaksudkannya disini bias berarti godaan dunia, nafsu dan bisikan syetan.
Ia
telah mencoba seratus model celana
Di
berbagai toko busana
namun
tak menemukan satu pun
yang
cocok untuknya.
Bahkan
di depan pramuniaga
Yang
merubung dan membujuk-bujuknya
Ia
malah mencopot celananya sendiri
Dan
mencampakannya.
Dari bait keempat, ditemukan “celana” yang
diinginkan penyair yakni untuk “nampang dikuburan”. Secara simbolik, bila celana
tetap diartikan sebagai “jati diri” atau kepribadian, maka “nampang dikuburan”
bisa diartikan sebagai “meninggal” atau “menghadap yang diatas”. Sebuah kalimat
pertanyaan yang dilontarkannya kira-kira berarti “Kita semua akan mati,
kira-kira bagaimana seharusnya diri kita ini?”
“kalian
tidak tahu ya
Aku
sedang mencari celana
Yang
paling pas dan pantas
Buat
nampang dikuburan.”
Kemudian, disebutkan bahwa “ia ngacir tanpa celana” diartikan sebagai ia tidak tahu arah dan
juga tetap tidak tahu bagaimana mempersiapkan dirinya (menghadapi kematian).
Kata “berkelana – mencari kubur ibunya”
diartikan sebagai tak tahu arah, dan tenggelam dalam penyesalan. Karena, kata “kubur ibunya” menandakan bahwa ia tidak
akan menemuinya lagi. Atau kalaupun ia berhasil menemukannya, maka
pertanyaannya “Ibu, kau simpan dimana
celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu” juga tidak akan mendapat jawaban
apapun. Selain itu, kalimat pertanyaan penulis tersebut bias diartikan sebagai
bentuk jati dirinya yang masih bersih, belum tergoda dengan dunia dan nafsu.
Itulah sebabnya, celana yang diinginkannya adalah “celana lucu yang kupakai waktu masih bayi dulu”.
Lalu ia ngacir
Tanpa celana
dan berkelana
mencari kubur ibunya
hanya untuk menanyakan:
“ibu, kau simpan di mana celana
lucu
Yang kupakai waktu bayi dulu?”
Baca Analisa puisi Celana II, karya Joko Pinurbo DISINI
Baca juga, analisis sastra lainnya, DISINI