Advertisement
Saksikan Pementasan Teater Eska :
DETAIL PEMENTASAN
Season I: Pertunjukan Teater
Season II: Coffe break
Season III: Sarasehan Seni
Judul Pertunjukan:
1. Awal dan Mira
2. Sayang ada orang lain
Garapan Pertunjukan: Teater Realis
Setting Panggung: Prosenium
Tempat Pelaksanaan: Gelanggang Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kapasitas Penonton: 500 orang
Waktu: Jum’at, 13 Maret 2014 dan Sabtu, 14 Maret, pukul. 20.00 s/d 23.00 WIB
Indonesia sebagai bandul besar politik dan kebudayaan terus memproduksi cerita-cerita dari dalam dirinya. Sejak pra-kemerdekaan dan setelah kemerdekaan, dari Orde Baru sampai reformasi dan sekarang, cerita-cerita mengalir dan merepresentasikan problem bangsanya, baik yang disebabkan oleh ketegangan politik, maupun di sekitar identitas kulturalnya.
Cerita-cerita tersebut tidak lepas dari strategi politik kuasa, sesuai dengan konteks dan kondisi zamannya. Beragam persoalan berjejalan, berlapis-lapis menghantam kepala kita. Sementara kita tak bisa banyak melakukan kerja-kerja untuk menyempurnakan cita-cita kebangsaan, kecuali usaha mengimbanginya dengan gerakan-gerakan alternatif, seperti aktifitas kebudayaan, salah satunya adalah kesenian.
Kesenian, tak terkecuali teater, posisinya tak bisa dipisahkan dari cita-cita kebangsaan yang disebut di atas. Teater, selain sebagai sebuah strategi untuk merekam cerita-cerita yang diturunkan ke dalam bentuk pertunjukan, juga sebagai sudut pandang dan metode alat pembacaan dalam melihat kenyataan sosial.
Seturut-sepandang dengan pernyataan di atas, Teater Eska mencoba merekam kembali kenyataan-kenyataan sosial melalui pertunjukan teater. Usaha-usaha untuk menghadirkan persoalan bangsa ke dalam peristiwa teater dalam rangka untuk membaca dan menimbang kembali rekaman tersebut bahwa kita, bangsa Indonesia, belum beranjak dari persoalan krusial, semisal kemiskinan, pendidikan, ketimpangan sosial, dan lain-lain. Persoalan tersebut secara massif menyebabkan kekacauan psikis masyarakat, dan akhirnya menjatuhkan kita ke dalam keterpurukan yang sama.
Persoalan di atas merupakan cerita-cerita yang akrab di telinga kita, dan celakanya, kita menerima sebagai kewajaran belaka. Melalui dua naskah drama yang masing-masing berjudul “Sayang Ada Orang Lain” dan “Awal dan Mira” yang ditulis oleh Utuy Tatang Suntani, sastrawan angkatan awal Indonesia (namun tak memiliki kebebasan di Tanah Airnya sendiri) merekam peristiwa sosial di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Alasan Teater Eska mengangkat dua naskah itu sebab karya tersebut masih relevan dan menemukan momentumnya di tengah-tengah kekacauan politik meski umur Indonesia sudah lebih setengah abad.
Melalui karya itu, kita bisa menarik tali simpul bahwa kita belum beranjak kemana-mana dan masih jatuh dalam kubangan yang sama.
Awal dan Mira, drama yang sangat kental dengan kisah percintaan klasik, mengisahkan tentang seorang bangsawan bernama Awal yang memperjuangkan cintanya kepada Mira penjaga kedai kopi. Melalui naskah Awal dan Mira, Utuy T. Sontani sebagai penulis, mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan. Tokoh Awal yang sangat mengagumi kehidupan Mira dengan ketegarannya untuk menjalani hidup, membuat perjuangan Awal semakin besar untuk mendapatkan Mira. Tetapi Mira selalu menolak cinta Awal tanpa memberikan alasan yang jelas.
Seperti biasanya, pengunjung yang datang ke kedai kopi, tiada lain hanya untuk mengagumi kecantikan Mira. Namun, beda halnya dengan Awal, kepribadian Mira lah yang membuat Awal cinta padanya. Awal sama sekali tidak melihat status Mira, namun dia selalu menolak cinta Awal karena kenyataannya Mira adalah wanita penyandang tunadaksa, yang selalu disembunyikan. Kegigihan Awal untuk mendapatkan cinta Mira, memberikan pengalaman bagi kita akan perjuangan dalam mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Terlepas dari kepahitan atau kebahagiaan yang kelak dipetik, perjuangan senantiasa membuah sebagai kenyataan yang harus diterima. “Aku bagimu merupakan paduan dari keindahan surga yang kau mimpikan dan kepahitan dunia yang kau rasakan,” tegas Mira pada Awal dipenghujung kepastian mereka.
Suminta dan Mini. Sosok suami istri yang hidup dalam rumah tangga dengan keterbatasan ekonomi namun dengan kasih sayang yang melimpah. Keadaan demikian membuat mini berpikir akan merubah keadaan, bersamaan dengan itu Hamid datang dengan tawaran yang menjanjikan, tak pikir lama Mini pun tertarik dan terlibat di dalamnya tanpa sepengetahuan Suminta. Ternyata sikap yang diambil oleh Mini tidak benar menurut Suminta dan H. Salim.
Dalam perselisihan itu muncul beberapa tokoh yang terlibat mewarnai konflik. Pedagang sayur datang menagih hutang saat Suminta sedang di rumah dan tak ada uang yang dapat dibayarkan, keadaan itu menambah kepenatan Suminta dan semakin jelas keterpurukan ekonomi Suminta. Sum dengan penampilan minor dan penuh perhiasan datang menawarkan bros, namun karena keadaan ekonomi yang sulit Suminta tak mampu membelinya. Tukang minyak datang menawarkan dan memberikan hutang kembali setalah hutang sebelumnya dibayar.
Pada akhir permainan, datang laki-laki bermata serigala yang dibawa oleh H. Salim dan setelah kejadian itu keadaan rumah tangga Suminta menjadi semakin tidak karuan dan hancur. Pada akhir dari cerita dan permainan itu Suminta dan Mini serta semua orang yang terlibat menjadi kepunyaan dari mereka masing-masing.
DETAIL PEMENTASAN
Season I: Pertunjukan Teater
Season II: Coffe break
Season III: Sarasehan Seni
Judul Pertunjukan:
1. Awal dan Mira
2. Sayang ada orang lain
Garapan Pertunjukan: Teater Realis
Setting Panggung: Prosenium
Tempat Pelaksanaan: Gelanggang Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kapasitas Penonton: 500 orang
Waktu: Jum’at, 13 Maret 2014 dan Sabtu, 14 Maret, pukul. 20.00 s/d 23.00 WIB
PROLOG
Indonesia sebagai bandul besar politik dan kebudayaan terus memproduksi cerita-cerita dari dalam dirinya. Sejak pra-kemerdekaan dan setelah kemerdekaan, dari Orde Baru sampai reformasi dan sekarang, cerita-cerita mengalir dan merepresentasikan problem bangsanya, baik yang disebabkan oleh ketegangan politik, maupun di sekitar identitas kulturalnya.
Cerita-cerita tersebut tidak lepas dari strategi politik kuasa, sesuai dengan konteks dan kondisi zamannya. Beragam persoalan berjejalan, berlapis-lapis menghantam kepala kita. Sementara kita tak bisa banyak melakukan kerja-kerja untuk menyempurnakan cita-cita kebangsaan, kecuali usaha mengimbanginya dengan gerakan-gerakan alternatif, seperti aktifitas kebudayaan, salah satunya adalah kesenian.
Kesenian, tak terkecuali teater, posisinya tak bisa dipisahkan dari cita-cita kebangsaan yang disebut di atas. Teater, selain sebagai sebuah strategi untuk merekam cerita-cerita yang diturunkan ke dalam bentuk pertunjukan, juga sebagai sudut pandang dan metode alat pembacaan dalam melihat kenyataan sosial.
Seturut-sepandang dengan pernyataan di atas, Teater Eska mencoba merekam kembali kenyataan-kenyataan sosial melalui pertunjukan teater. Usaha-usaha untuk menghadirkan persoalan bangsa ke dalam peristiwa teater dalam rangka untuk membaca dan menimbang kembali rekaman tersebut bahwa kita, bangsa Indonesia, belum beranjak dari persoalan krusial, semisal kemiskinan, pendidikan, ketimpangan sosial, dan lain-lain. Persoalan tersebut secara massif menyebabkan kekacauan psikis masyarakat, dan akhirnya menjatuhkan kita ke dalam keterpurukan yang sama.
Persoalan di atas merupakan cerita-cerita yang akrab di telinga kita, dan celakanya, kita menerima sebagai kewajaran belaka. Melalui dua naskah drama yang masing-masing berjudul “Sayang Ada Orang Lain” dan “Awal dan Mira” yang ditulis oleh Utuy Tatang Suntani, sastrawan angkatan awal Indonesia (namun tak memiliki kebebasan di Tanah Airnya sendiri) merekam peristiwa sosial di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Alasan Teater Eska mengangkat dua naskah itu sebab karya tersebut masih relevan dan menemukan momentumnya di tengah-tengah kekacauan politik meski umur Indonesia sudah lebih setengah abad.
Melalui karya itu, kita bisa menarik tali simpul bahwa kita belum beranjak kemana-mana dan masih jatuh dalam kubangan yang sama.
SINOPSIS NASKAH DRAMA
AWAL DAN MIRA
Naskah karya Utuy Tatang Sontani
Awal dan Mira, drama yang sangat kental dengan kisah percintaan klasik, mengisahkan tentang seorang bangsawan bernama Awal yang memperjuangkan cintanya kepada Mira penjaga kedai kopi. Melalui naskah Awal dan Mira, Utuy T. Sontani sebagai penulis, mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan. Tokoh Awal yang sangat mengagumi kehidupan Mira dengan ketegarannya untuk menjalani hidup, membuat perjuangan Awal semakin besar untuk mendapatkan Mira. Tetapi Mira selalu menolak cinta Awal tanpa memberikan alasan yang jelas.
Seperti biasanya, pengunjung yang datang ke kedai kopi, tiada lain hanya untuk mengagumi kecantikan Mira. Namun, beda halnya dengan Awal, kepribadian Mira lah yang membuat Awal cinta padanya. Awal sama sekali tidak melihat status Mira, namun dia selalu menolak cinta Awal karena kenyataannya Mira adalah wanita penyandang tunadaksa, yang selalu disembunyikan. Kegigihan Awal untuk mendapatkan cinta Mira, memberikan pengalaman bagi kita akan perjuangan dalam mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Terlepas dari kepahitan atau kebahagiaan yang kelak dipetik, perjuangan senantiasa membuah sebagai kenyataan yang harus diterima. “Aku bagimu merupakan paduan dari keindahan surga yang kau mimpikan dan kepahitan dunia yang kau rasakan,” tegas Mira pada Awal dipenghujung kepastian mereka.
SAYANG ADA ORANG LAIN
Naskah karya Utuy Tatang Sontani
“Memang sayang Mini, sayang ada orang lain.Orang lain dengan kebenaran yang berlainan”
Suminta dan Mini. Sosok suami istri yang hidup dalam rumah tangga dengan keterbatasan ekonomi namun dengan kasih sayang yang melimpah. Keadaan demikian membuat mini berpikir akan merubah keadaan, bersamaan dengan itu Hamid datang dengan tawaran yang menjanjikan, tak pikir lama Mini pun tertarik dan terlibat di dalamnya tanpa sepengetahuan Suminta. Ternyata sikap yang diambil oleh Mini tidak benar menurut Suminta dan H. Salim.
Dalam perselisihan itu muncul beberapa tokoh yang terlibat mewarnai konflik. Pedagang sayur datang menagih hutang saat Suminta sedang di rumah dan tak ada uang yang dapat dibayarkan, keadaan itu menambah kepenatan Suminta dan semakin jelas keterpurukan ekonomi Suminta. Sum dengan penampilan minor dan penuh perhiasan datang menawarkan bros, namun karena keadaan ekonomi yang sulit Suminta tak mampu membelinya. Tukang minyak datang menawarkan dan memberikan hutang kembali setalah hutang sebelumnya dibayar.
Pada akhir permainan, datang laki-laki bermata serigala yang dibawa oleh H. Salim dan setelah kejadian itu keadaan rumah tangga Suminta menjadi semakin tidak karuan dan hancur. Pada akhir dari cerita dan permainan itu Suminta dan Mini serta semua orang yang terlibat menjadi kepunyaan dari mereka masing-masing.