Advertisement
Oleh : Ahmad Buhori
(ahmadbuhori522@yahoo.com)
Prolog
Pada setiap masa punya pahlawannya. Pada setiap tempat juga
punya pahlawannya. Pahlawan merupakan sosok yang selalu menjadi idola. Bahkan
untuk zaman yang tak mengindahkan tenggang rasa. Nama dan kisahnya akan tetap
dikenang sepanjang masa.
Dalam sejarah panjang umat manusia, kisah kepahlawanan turut
memberi warna. Warna yang terukir indah bersama zaman. Tetapi, takkan layu oleh
keteladanan yang lebih mapan. Keteladanannya membimbing pada jalan kebenaran.
Bahkan bagi mereka yang telah dibutakan oleh kabut keserakahan.
Kepahlawanan merupakan kata sarat makna. Makna yang membawa
arti berbeda bagi setiap kita. Bagi kita yang mau memahami dan mengilhami
maknanya, maka niscaya bumi pertiwi ini akan selalu berada dalam kedamaian yang
nyata. Bukan hanya sekedar mimpi dan khayalan belaka.
Setiap pemaknaan atas kepahlawanan akan membawa hati kita
pada kerinduan. Rindu akan hadirnya sosok yang mampu melindungi dan mau
berjuang. Bahkan berkorban jiwa dan raga demi orang selain dirinya. Pemaknaan
tersebut juga akan membawa kita pada sebuah harapan. Harapan pada perubahan
yang lebih baik di masa yang akan datang.
Akan tetapi, Kepahlawanan tidak akan mampu menjangkau setiap
hati. Bila jiwa sang manusianya ternodai birahi duniawi. Kepahlawanan hanya
bisa menghinggapi hati yang mau memurnikan tujuannya dari sekedar pemenuhan
kebutuhan ragawi. Karena hati yang suci adalah tempat bersemayamnya nilai-nilai
abadi.
Filosofi Kepahlawanan
Kepahlawanan bukan hanya sekedar kata yang sarat akan makna,
melainkan jauh melampaui pemaknaan tentangnya. Kepahlawanan adalah sebuah “Ide”
tentang “Kebaikan Absolut”-nya Plato. Sekaligus juga merupakan “forma”-nya
Aristoteles. Ia berada dalam sebuah dunia sempurna. Dan hanya “jiwa-jiwa murni”
yang mampu mencerna maknanya.
Sebagai suatu “Ide” yang terkategori “Kebaikan Absolut”,
Kepahlawanan hanya hadir pada jiwa yang tak berkabut. Ia (kepahlawanan) akan
menginspirasi bahkan memotivasi seseorang untuk menjadi seperti yang
digambarkan olehnya. Yakni, orang tersebut akan berperilaku dan bertindak
sesuai dengan “Ide kepahlawanan” yang menginspirasinya. Tapi tentunya, perilaku
dan tindakan setiap orang yang bercermin pada Ide Kepahlawanan, akan
berbeda-beda pula. Tergantung pada seberapa besar pemahaman mereka tentangnya
(Ide Kepahlawanan). Selain itu, perilaku dan tindakan kepahlawanan, juga tergantung
pada seberapa besar kemauan mereka untuk mewujudkan Ide tersebut dalam dunia
kesehariannya.
Pun tidak bisa dipungkiri, bahwa pemaknaan yang dilakukan
manusia terhadap Ide Kepahlawanan juga melibatkan “akal murni”-nya. Karena pada
setiap diri manusia, terdapat ‘akal murni’ yang memungkinkan manusia untuk
memutuskan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, dan semua hal
dalam kategori dualisme. “Akal” inilah yang menjadi pembeda manusia dengan
makhluk yang lain. Dan “Akal” ini pula yang meninggikan derajat manusia
melebihi derajatnya malaikat (lihat karangan Al-Ghozali tentang tingkatan
manusia). Melalui akal murni-nya, manusia mampu menangkap dan memahami
nilai-nilai dan ide-ide yang adiduniawi.
Begitu pula halnya dengan yang terjadi pada Ide tentang
Kepahlawanan. Akal Murni manusia mampu memustuskan, bahwa Ide Kepahlawanan ini,
merupakan sebuah nilai yang patut dan layak untuk ditiru. Dan akal murni ini
pulalah yang akan terus membimbing manusia menuju kebenaran dan kebaikan
sejati. Melalui akal murninya, manusia bukan hanya dibimbing, tetapi juga
diajarkan, bahwa berprilaku dan bertindak sesuai Ide Kepahlawanan merupakan
jalan menuju ssebuah ketauladanan. Ketauladanan yang akan mereka wariskan pada
generasi yang akan datang.
Pengaruh Tindakan Kepahlawanan
Selain akal murni tadi, dalam diri manusia juga terdapat
kemampuan untuk berempati (verstehen). Kemampuan ini memungkinkan manusia untuk
menempatkan dirinya dalam kerangka berpikir orang lain. Dengan kemampuan ini,
manusia akan memahami bahwasanya tindakan sekecil apapun yang ia lakukan akan
berpengaruh terhadap lingkungan sosialnya. Tentu tindakan yang dilakukannya
akan dimaknai berbeda oleh setiap individu masyarakatnya. Dan tidak menutup
kemungkinan, bahwa pemaknaan yang dilakukan generasi selanjutnya akan berbeda
pula.
Dalam pembahasan kita, tindakan Kepahlawanan mempunyai
pengaruh yang sangat besar. Selain itu, Tindakan Kepahlawanan juga merupakan
manifestasi dari ‘rasa empati’ seseorang untuk merubah ketidakadilan. Ia
(tindakan kepahlawanan) tidak datang dari seorang manusia yang hanya
memperhatikan lingkungannya tanpa hasrat untuk berbuat sesuatu. Dan tidak pula
hadir dari seorang manusia yang hanya mampu menggerakkan masyarakatnya tanpa
suatu cita-cita yang pasti. Ia hanya muncul dari Idealisme seorang manusia,
yang bukan hanya tidak puas dengan dunia sekitarnya, tetapi juga mempunyai
cita-cita tujuan bagi perubahan yang lebih baik terhadap masyarakat dan
bangsanya.
Bila kita ingin mencoba sedikit menganalisis menggunakan
kacamata Paradigma Definisi Sosial, yang dipopulerkan oleh Max Weber. Kita akan
melihat, bahwa tindakan Kepahlawanan yang terjadi hingga saat ini, dan memang
demikian adanya, lebih menekankan pada aspek nilai atau berorientasi pada
nilai. Ia (Tindakan Kepahlawanan), tidak terlalu memusingkan hasil yang akan
dicapainya. Apakah hasilnya nanti akan sesuai dengan apa yang dicita-citakan
atau tidak, tidak terlalu dipersoalkan. Ia hanya tau bahwa, perjuangan yang
tengah dilakukan harus sesuai dengan jalan cita-citanya.
Contohnya, kisah-kisah Pahlawan yang ada pada negeri ini.
Mayoritas kisah-kisah kepahlawanan kita, dihiasi perjuangan tanpa mengenal
lelah. Mereka ditangkap dan diasingkan, bahkan ada diantara mereka yang sampai
gugur dimedan pertempuran. Akan tetapi, tak ada satupun dari mereka yang
memikirkan untuk menikmati hasil dari perjuangan yang mereka lakukan.
Kepahlawanan di Era Kekinian
Kepahlawanan pada era kekinian harus tetap digalakkan.
Mengingat sejarah panjang negeri ini dibangun di atasnya. Meskipun konteksnya
saat ini, tidak seperti konteks tempo dulu, yang harus berdarah-darah menenteng
bambu runcing sebagai senjata perjuangan. Konteks kepahlawanan di era kekinian
lebih menekankan pada seberapa besar diri kita bisa berguna bagi orang lain,
masyarakat, maupun bangsa dan negara. Dan tentu senjatanya tergantung pada diri
kita masing-masing.
Selain itu, kepahlawanan sebagai nilai di era kekinian yang
tidak mengenal lagi batas wilayah, harus tetap selalu menjadi nilai luhur yang
wajib diteladani. Meskipun dalam beberapa tahun belakangan, pemaknaan atas
nilai kepahlawanan hanya dilakukan melalui peringatan saja. Seperti yang
terjadi pada setiap 10 November. Akan tetapi, hal tersebut dianggap sudah
cukup, karena memperingati adalah tangga awal untuk kita memahami makna dari
nilai kepahlawanan.
Generasi muda sudah seyogyanya menghargai perjuangan para
pahlawan. Baik melalui peringatan-peringatan, maupun melalui pemaknaan ulang
tentang nilai-nilai kepahlawanannya. Untuk kemudian menjadi pedoman nilai yang
akan diterapkan pada lingkungan sekitar. Agar nilai kepahlawanan yang luhur
tidak hanya tinggal sebagi nilai saja. Tetapi juga bisa dirasakan kembali
manfaatnya oleh masyarakat dan bangsa ini.
Mari memaknai kembali nilai kepahlawanan, agar
hati tidak mengingkari jalan kebenaran. Kebenaran yang terus menawan, menawan
jiwa yang haus akan rasa kebersamaan. Mari melangkah kawan, dan terus isi jalan
yang telah dibuat oleh para pahlawanan