Advertisement
Oleh : Harits Luqmanul Hakim
(harits.lukmannulhakim@gmail.com)
Saudaraku, jika ada kesempatan bermainlah ke kampung
saya di wilayah Kebumen. Untuk pergi ke kampung saya, mula-mula Saudaraku harus
pergi ke kota kecil Karanganyar-Kebumen. Di dekat pasar Pasar Karanganyar ada
jalan simpang tiga. Berbeloklah ke kiri, maka Saudara akan sampai di alun-alun.
Lanjutkan perjalanan ke utara menuju ke Kecamatan Karanggayam, terus naik ke
Pingit, sampai jalan berbelok ke timur. Setelah itu Saudara akan menjumpai desa
Pagebangan, Clapar, dan Logandu. Sesampainya di Clapar berhentilah di sebelah
timur SDN Clapar. Di situ Saudara akan melihat sebuah gerbang yang bertuliskan,
“Sugeng Sowan ke Panembahan Kepadangan”. Maksudnya, selamat berziarah ke makam
Mbah Kepadangan,
Nah, Mbah Kepadangan ini adalah tokoh utama daerah
kami, setidaknya untuk wilayah tiga desa tadi, Pagebangan, Clapar, dan Logandu.
Kakekku sendiri tinggal di Logandu, tetapi masih keturunan dari Mbah
Kepadangan. Cucu Mbah Kepadangan pindah ke Logandu, menjadi pemimpin di desa
kami, dan makamnya pun ramai dikunjungi oleh masyarakat, terutama pada
saat-saat menjelang bulan Ramadhan maupun bulan Syawal.
Saudaraku, tahukah Anda siapa Mbah kepadangan itu?
Mbah Kepadangan adalah nama lain dari pahlawan Untung Suropati. Berdasarkan
catatan resmi sejarah Indonesia, Untung Suropati itu makamnya di Pasuruan Jawa
Timur. Lho, kok makamnya ada lagi di Desa Clapar Kecamatan Karanggayam,
Kabupaten Kebumen? Menurut versi sesepuh desa kami, Mbah Untung itu seorang
yang sakti. Sebenarnya, orang yang tertembak di Pasuruan adalah patih Wirapati
yang memang wajahnya mirip dengan Mbah Untung. Sementara, Mbah Untung sendiri
meninggalkan Pasuruan ke arah timur, mengikuti jalur saat dulu dia meloloskan
diri karena kejaran VOC.
Ketika Mbah Untung tiba di daerah Karanggayam,
situasi di situ sedang tidak aman, terutama di wilayah Desa Clapar dan
sekitarnya. Ketiga wilayah desa itu menjadi sapi perah oleh segerombolan
perampok yang berasal dari Banyumas. Mbah Untung yang terkenal sakti itu
kemudian memimpin penduduk melawan para perampok, sehingga wilayah desa itu
menjadi aman. Situasi yang dulu gelap gulita, berubah menjadi aman sentausa.
Karena itu, Mbah Untung diberi julukan Mbah Kepadangan artinya yang menyinari
atau yang memadangi.
Mbah Untung memang dikenal sebagai manusia yang
linuwih, tidak hanya kuat dan sakti, tetapi juga memiliki kemampuan lainnya,
seperti kemampuan mengobati, termasuk bercocok tanam. Masyarakat diajari
bercocok tanam yang benar. Tanah pegunungan yang tandus ditanami pohon
orok-orok, sehingga tanahnya menjadi subur. Sebagai pemimpin Mbah Kepadangan
memang sangat dekat dengan masyarakat atau kawulanya.
Mengenai kesaktiannya, Mbah Untung tidak usah
diragukan lagi. Sewaktu muda beliau memang belajar ilmu kanuragan. Boleh
dikata, ia memiliki kemampuan ilmu silat yang tinggi. Gerak tubuhnya kalau
sedang bertempur seperti burung sikatan, kedua tangannya mematuk kian kemari.
Tak heran, sewaktu dikejar oleh pasukan Kapek Tuck, justru Kapten itu yang
tewas di tangannya.
Pada saat dirinya tinggal di Desa Clapar, beliau pun
membuka paguron ilmu kanuragan. Salah satu anaknya, Adisana pun belajar ilmu
kanuragan dari ayahnya. Digambarkan oleh masyarakat tentang kehebatan Adisana
dan saudaranya, kalau sedang belajar bertarung, mereka berdua sampai bertempur
di atas ujung daun tembakau,karena saking ringannya tubuh mereka.
Kehebatan Mbah Kepadangan terdengar sampai ke
pelosok Kebumen lainnya, sehingga mengundang seorang jagoan dari Ambal Mirit
untuk menguji kemampuannya. Jagoan itu pun berkunjung ke Desa Clapar. Waktu mendengar
kedatangan jagoan itu, Mbah Untunglah yang sengaja menjemputnya. Beliau
berperan sebagai tukang menganyam keranjang. Ketika bertemu dengan si jagoan,
Mbah Untung mengaku sebagai anak buah Mbah Untung. Begitu melihat senjata yang
dipegang oleh Mbah Untung, si jagoan langsung pamit mundur.
Sekarang Mbah Untung atau Mbah kepadangan memang
sudah tidak ada. Namun, namanya tetap dikenang oleh masyarakat. Beliau tidak
hanya sewaktu masih hidup dihormati oleh anak keturunan dan masyarakatnya,
ketika sudah meninggalkan mereka memuliakan makamnya, yakni di Dukuh Beji,
Clapar.
Di Dukuh Beji terdapat sendang yang disebut sebagai
sendang beji. Sendang atau belik, atau sumur ini konon dulunya digunakan untuk
melarung alat kesenian milik Mbah Kepadangan, yakni “terbang” atau rebana.
Konon, sendang ini bisa digunakan untuk menyembuhkan orang gila, dengan cara
memandikan dengan air sendang Beji ini.
Makam Mbah Kepadangan, selain banyak dikunjungi oleh
masyarakat sebagai bentuk ziarah, banyak pula orang yang tidur di tempat itu
untuk meminta berkah. Dari sisi positif, betapa besar keyakinan masyarakat
terhadap pemimpin mereka, sehingga ketika mereka sudah tidak berbentukpun,
masih dimintai pertolongan. Hal itu disebabkan, ketika hidupnya beliau banyak
menolong sesama. Dari sisi negatifnya, tentu perbuatan itu bisa menjurus ke
arah syirik.
Di luar kontravesi tujuan mereka berziarah, sebagai
keturunan dari Mbah Kepadangan saya tetap berbangga. Saya ingin meneladani
beliau, yakni mempergunakan hidupnya untuk membantu masyarakat, sehingga beliau
dicintai oleh masyarakatnya. Rasulullah Saw., bersabda, “Sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.” Ternyata, perbuatan baik Mbah
kepadangan, benar-benar mengekalkan namanya. Beliau yang sudah meninggal
sekitar tahun 1700 M, sampai hari ini namanya masih dikenal dan terus
disampaikan secara tutur tinular.
Selain beliau sendiri berbuat banyak kebaikan,
beliau juga menurunkan ilmunya itu kepada keturunannya, sehingga setiap
keturunan beliau pun tetap dikenal sebagai tokoh masyarakat, seperti anak
beliau sendiri, Adisana yang makamnya juga di Kampung Beji, Sudimampir, dan
juga cucunya, Suradiwangsa yang ada di Desa Logandu, tempat tinggal kakek saya
juga menjadi tokoh masyarakat yang disegani. Seperti halnya, kakeknya, Mbah
Kepadangan yang makamnya banyak dikunjungi, makam Mbah Suradiwangsa juga banyak
dikunjungi. Bahkan petilasan atau tempat mandinya pun dikunjungi untuk
dijadikan wasilah keberkahan hidup.
Sebagai keturunan Mbah Untung alias Mbah Kepadangan,
kami ingin meneladani beliau, karena setiap kami pun bisa menjadi pahlawan,
menjadi orang yang bermanfaat bagi diri, keluarga, tetangga, dan juga
masyarakat. Terbayang betapa indahnya menjadi manusia yang tetap dikenang,
karena kebaikannya, sehingga anak cucupun senantiasa mendaoakan keselamatan
leluhur yang menjadi pahlawan, bagi bangsa dan negara. Siapa yang tidak ingin
menjadi manusia yang demikian?