Artikel Finalis #4 : Pahlawanku Cahayanya Selalu Menyinari -->
close
17 October 2014, 10/17/2014 01:19:00 AM WIB
Terbaru 2014-10-16T18:31:21Z
Artikelevent

Artikel Finalis #4 : Pahlawanku Cahayanya Selalu Menyinari

Advertisement

Oleh : Harits Luqmanul Hakim
 (harits.lukmannulhakim@gmail.com)

Saudaraku, jika ada kesempatan bermainlah ke kampung saya di wilayah Kebumen. Untuk pergi ke kampung saya, mula-mula Saudaraku harus pergi ke kota kecil Karanganyar-Kebumen. Di dekat pasar Pasar Karanganyar ada jalan simpang tiga. Berbeloklah ke kiri, maka Saudara akan sampai di alun-alun. Lanjutkan perjalanan ke utara menuju ke Kecamatan Karanggayam, terus naik ke Pingit, sampai jalan berbelok ke timur. Setelah itu Saudara akan menjumpai desa Pagebangan, Clapar, dan Logandu. Sesampainya di Clapar berhentilah di sebelah timur SDN Clapar. Di situ Saudara akan melihat sebuah gerbang yang bertuliskan, “Sugeng Sowan ke Panembahan Kepadangan”. Maksudnya, selamat berziarah ke makam Mbah Kepadangan,
Nah, Mbah Kepadangan ini adalah tokoh utama daerah kami, setidaknya untuk wilayah tiga desa tadi, Pagebangan, Clapar, dan Logandu. Kakekku sendiri tinggal di Logandu, tetapi masih keturunan dari Mbah Kepadangan. Cucu Mbah Kepadangan pindah ke Logandu, menjadi pemimpin di desa kami, dan makamnya pun ramai dikunjungi oleh masyarakat, terutama pada saat-saat menjelang bulan Ramadhan maupun bulan Syawal.
Saudaraku, tahukah Anda siapa Mbah kepadangan itu? Mbah Kepadangan adalah nama lain dari pahlawan Untung Suropati. Berdasarkan catatan resmi sejarah Indonesia, Untung Suropati itu makamnya di Pasuruan Jawa Timur. Lho, kok makamnya ada lagi di Desa Clapar Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen? Menurut versi sesepuh desa kami, Mbah Untung itu seorang yang sakti. Sebenarnya, orang yang tertembak di Pasuruan adalah patih Wirapati yang memang wajahnya mirip dengan Mbah Untung. Sementara, Mbah Untung sendiri meninggalkan Pasuruan ke arah timur, mengikuti jalur saat dulu dia meloloskan diri karena kejaran VOC.
Ketika Mbah Untung tiba di daerah Karanggayam, situasi di situ sedang tidak aman, terutama di wilayah Desa Clapar dan sekitarnya. Ketiga wilayah desa itu menjadi sapi perah oleh segerombolan perampok yang berasal dari Banyumas. Mbah Untung yang terkenal sakti itu kemudian memimpin penduduk melawan para perampok, sehingga wilayah desa itu menjadi aman. Situasi yang dulu gelap gulita, berubah menjadi aman sentausa. Karena itu, Mbah Untung diberi julukan Mbah Kepadangan artinya yang menyinari atau yang memadangi.
Mbah Untung memang dikenal sebagai manusia yang linuwih, tidak hanya kuat dan sakti, tetapi juga memiliki kemampuan lainnya, seperti kemampuan mengobati, termasuk bercocok tanam. Masyarakat diajari bercocok tanam yang benar. Tanah pegunungan yang tandus ditanami pohon orok-orok, sehingga tanahnya menjadi subur. Sebagai pemimpin Mbah Kepadangan memang sangat dekat dengan masyarakat atau kawulanya.
Mengenai kesaktiannya, Mbah Untung tidak usah diragukan lagi. Sewaktu muda beliau memang belajar ilmu kanuragan. Boleh dikata, ia memiliki kemampuan ilmu silat yang tinggi. Gerak tubuhnya kalau sedang bertempur seperti burung sikatan, kedua tangannya mematuk kian kemari. Tak heran, sewaktu dikejar oleh pasukan Kapek Tuck, justru Kapten itu yang tewas di tangannya.
Pada saat dirinya tinggal di Desa Clapar, beliau pun membuka paguron ilmu kanuragan. Salah satu anaknya, Adisana pun belajar ilmu kanuragan dari ayahnya. Digambarkan oleh masyarakat tentang kehebatan Adisana dan saudaranya, kalau sedang belajar bertarung, mereka berdua sampai bertempur di atas ujung daun tembakau,karena saking ringannya tubuh mereka.
Kehebatan Mbah Kepadangan terdengar sampai ke pelosok Kebumen lainnya, sehingga mengundang seorang jagoan dari Ambal Mirit untuk menguji kemampuannya. Jagoan itu pun berkunjung ke Desa Clapar. Waktu mendengar kedatangan jagoan itu, Mbah Untunglah yang sengaja menjemputnya. Beliau berperan sebagai tukang menganyam keranjang. Ketika bertemu dengan si jagoan, Mbah Untung mengaku sebagai anak buah Mbah Untung. Begitu melihat senjata yang dipegang oleh Mbah Untung, si jagoan langsung pamit mundur.
Sekarang Mbah Untung atau Mbah kepadangan memang sudah tidak ada. Namun, namanya tetap dikenang oleh masyarakat. Beliau tidak hanya sewaktu masih hidup dihormati oleh anak keturunan dan masyarakatnya, ketika sudah meninggalkan mereka memuliakan makamnya, yakni di Dukuh Beji, Clapar.
Di Dukuh Beji terdapat sendang yang disebut sebagai sendang beji. Sendang atau belik, atau sumur ini konon dulunya digunakan untuk melarung alat kesenian milik Mbah Kepadangan, yakni “terbang” atau rebana. Konon, sendang ini bisa digunakan untuk menyembuhkan orang gila, dengan cara memandikan dengan air sendang Beji ini.
Makam Mbah Kepadangan, selain banyak dikunjungi oleh masyarakat sebagai bentuk ziarah, banyak pula orang yang tidur di tempat itu untuk meminta berkah. Dari sisi positif, betapa besar keyakinan masyarakat terhadap pemimpin mereka, sehingga ketika mereka sudah tidak berbentukpun, masih dimintai pertolongan. Hal itu disebabkan, ketika hidupnya beliau banyak menolong sesama. Dari sisi negatifnya, tentu perbuatan itu bisa menjurus ke arah syirik.
Di luar kontravesi tujuan mereka berziarah, sebagai keturunan dari Mbah Kepadangan saya tetap berbangga. Saya ingin meneladani beliau, yakni mempergunakan hidupnya untuk membantu masyarakat, sehingga beliau dicintai oleh masyarakatnya. Rasulullah Saw., bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.” Ternyata, perbuatan baik Mbah kepadangan, benar-benar mengekalkan namanya. Beliau yang sudah meninggal sekitar tahun 1700 M, sampai hari ini namanya masih dikenal dan terus disampaikan secara tutur tinular.
Selain beliau sendiri berbuat banyak kebaikan, beliau juga menurunkan ilmunya itu kepada keturunannya, sehingga setiap keturunan beliau pun tetap dikenal sebagai tokoh masyarakat, seperti anak beliau sendiri, Adisana yang makamnya juga di Kampung Beji, Sudimampir, dan juga cucunya, Suradiwangsa yang ada di Desa Logandu, tempat tinggal kakek saya juga menjadi tokoh masyarakat yang disegani. Seperti halnya, kakeknya, Mbah Kepadangan yang makamnya banyak dikunjungi, makam Mbah Suradiwangsa juga banyak dikunjungi. Bahkan petilasan atau tempat mandinya pun dikunjungi untuk dijadikan wasilah keberkahan hidup.

Sebagai keturunan Mbah Untung alias Mbah Kepadangan, kami ingin meneladani beliau, karena setiap kami pun bisa menjadi pahlawan, menjadi orang yang bermanfaat bagi diri, keluarga, tetangga, dan juga masyarakat. Terbayang betapa indahnya menjadi manusia yang tetap dikenang, karena kebaikannya, sehingga anak cucupun senantiasa mendaoakan keselamatan leluhur yang menjadi pahlawan, bagi bangsa dan negara. Siapa yang tidak ingin menjadi manusia yang demikian?

Ads