Advertisement
Oleh : Nasin Elkabumaini
(nasinelkabumaini@yahoo.co.id)
PENGANTAR
Banyak tokoh Sunda
yang menjadi pahlawan, baik yang mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional
maupun pahlwan lokal yang namanya diabadikan. Pada umumnya, perjalanan hidup
orang yang menjadi pahlawan itu penuh heroik dengan wataknya yang perwira tanpa
cacat cela. Namun, pahlawan yang aku kagumi dari daerahku ini justru seseorang
yang menyebabkan terciptanya lagu mainan anak Ayang-ayang Gung, yang isinya
tentu menyindir perilaku buruk, seorang yang tadi kelak aku sebut sebagai pahlawan.
Warga Jawa Barat,
tentu mengenal lagu kaulinan budak Ayang-ayang Gunung tersebut. Apalagi sejak
tahun 1960, lagu ini dimodifikasi menjadi teatrikal dengan judul Kaulinan Urang
Lembur oleh Dewan Kesenian Universitas Padjajaran. Tidak heran, apabila sampai
saat ini pertunjukkan seni teatrikal tersebut masih dimainkan oleh LISES UNPAD,
terutama dalam kegiatan Pementasan Mandiri Lises Unpada.
LAGU ANAK YANG PENUH
KRITIK
Lagu mainan anak
Ayang Ayang Gung ini merupakan salah satu lagu yang mengandung nilai sejarah
dan kritik sosial. Berikut lagunya!
Ayang ayang gung
Gung goongna rame
Menak ki Mastanu
Nu jadi wadana
Naha maneh kitu
Tukang olo-olo
Loba anu giruk
Ruket jeung kompeni
Niat jadi (naek)
pangkat
Katon kagorengan
Ngantos Kanjeng Dalem
Lempa lempi lempong
Ngadu pipi jeung nu
ompong
Jalan ka Batawi
ngemplong
Agar pembaca mudah
memahami maknanya, berikut terjemahan bebas dari lagu mainan anak Ayang-ayang
Gung tersebut.
Ayang ayang gung
Gung gongnya ramai
Bangsawan ki Mastanu
Yang menjadi wedana
Kenapa kamu begitu
Si penjilat
Banyak yang ikut
Dekat dengan kompeni
Niat jadi (naik)
pangkat
Kelihatan
kejelekannya
Menanti Pak Bupati
Lempa lempi lempong
Mengadu pipi dengan
yang ompong
Jalan ke Batawi
ngemplong
Dari terjemahaan lagu
di atas, dapat diketahui jatidiri Ki Mastanu. Dia adalah seorang wedana, yang
lebih suka menghamba kepada Belanda dengan mengorbankan rakyatnya. Salah satu
perbuatan yang tampak di muka masyarakat ialah kegiatan membuka hutan untuk pemukiman
dan membangun jalan situ ke Batavia. Lahan pemukiman itu, sekarang dikenal
dengan nama Kabupaten Bogor. Menak Ki Mastanulah yang menjadi pemimpin pertama
atau menjadi bupati pertama.
Sikap dan perilaku Ki
Mastanu saat membangun pemukiman dan jalan dari Bogor ke Batavia itu yang
membuat masyarakat tidak suka. Sebagai orang pribumi, Sunda asli dia lebih
mementingkan mendapat pujian dari kompeni, daripada mengasihi rakyat pribumi.
Maksudnya sudah jelas, bahwa dia ingin diangkat menjadi Kanjeng Dalem alias
Tumenggung alias Bupati.
PENGKHIANAT YANG JADI PAHLAWAN
Ki Mastanu mulai
menyadari akan harga dirinya yang rendah di mata Belanda, meskipun pangkatnya
tinggi. Hal itu terbukti dengan perlakuan Sersan Scopio, yang selalu
membentak-bentak dirinya, dan menyuruh dengan seenaknya. Padahal dia itu
bintara, dan dirinya perwira. Belum lagi, pihak Belanda itu semena-mena
terhadap situs peninggalan Raja Pajajaran di Bogor. Ki Mastanu menolak membuka
hutan situas Kerajaan Pakuan Pajajaran di Batutulis, sedangkan pihak Scorpio
memaksa melakukannya.
Kebetulan sekali,
pada saat dirinya mengabdi kepada VOC, di sekitar wilayah Cianjur dan Sukabumi
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Haji Perwatasari. Haji Perwatasari ini
dikenal sebagai Robin Hood dari Jawa Barat, karena perbuatannya yang suka
merampok kekayaan kompeni dan menyerang pos-pos Kompeni. Tak ayal lagi, Haji
Perwatasari menjadi target utama pasukan VOC untuk dihancurkan.
Ki Mastanu yang
justru sudah muak dengan pemerintah Belanda, kemudian menjalin hubungan dengan
Haji Perwatasari. Setiap pihak VOC akan menyerang kedudukan pasukan Haji
Perwatasari, maka Ki Mastanu mengirim kurir untuk memberitahu rencana Belanda.
Sampai beberapa kali serangan, ternyata hasilnya nihil. Pasukan Haji
Perwatasari sudah pergi lebih dulu. Bahkan pasukan itu berbalik menyerang di
tempat yang sunyi, sehingga banyak tentara VOC yang berhasil ditumpas.
Persahabatan antara
Ki Mastanu dengan Haji Perwatasari termaktub dalam lagu mainan budak
Ayang-ayang Gung, yakni dalam dua kalimat berikut.
Lempa lempi lempong
Ngadu pipi jeung nu
ompong
Kalimat pertama dalam
pantun disebut sampiran, yakni lempa lempi lempong. Kata sampiran biasanya
tidak bermakna, hanya untuk menyesuaikan ritme. Kemudian kalimat Ngadu pipi
jeung nu ompong menjadi isi. Yang dimaksud dalam kalimat itu, persahabatan
antara Ki Mastanu dengan Haji Prawatasari diibaratkan seperti mengadu pipi
kempot, pipi ompong, yang tidak punya kekuatan. Jadi, persekutuan antara Ki
Mastanu dan Haji Perwatasari dianggap tidak ada melahirkan kekuatan untuk
melawan Belanda.
Pada akhirnya, pihak
VOC mengetahui, bahwa kegagalan VOC memusnahkan pasukan Haji Perwatasari
disebabkan oleh perbuatan Ki Mastanu dan para pengikutnya. Tak ayal lagi,
wedana Ki Mastanu dianggap pengkhianat bagi Belanda, sehingga dia dan
pengikutnya pun ditangkap. Belanda kemudian memutuskan untuk membuang Ki
Mastanu ke Afrika Selatan, agar terputus komunikasinya dengan masyarakat Jawa
Barat.
Ketika menjadi antek
Belanda, Ki Mastanu adalah musuh masyarakat Indonesia, khususnya Sunda, dan
ketika dia menjadi pengkhianat Belanda, maka dia adalah pahlawan bagi bangsa
Indonesia, khususnya Sunda. Meskipun tidak disinggung dalam bait lagu kaulinan
budak tentang kesadaran Ki Mastanu, tapi dia sudah membuktikaan akan cintanya kepada
tanah air, dengan melakukan perbuatan berbahaya yang menyebabkan dirinya
ditangkap oleh pasukan Belanda.
KI MASTANU MENJADI IDOLA
Dalam sejarah Nabi
Muhammad SAW, dan perkembangan Islam banyak tokoh yang awalnya menjadi musuh,
kemudian berubah menjadi pejuang. Nama-nama tokoh seperti Umar bin Khotob,
Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan sederet nama lainnya, sebelum masuk Islam,
mereka adalah musuh Islam. Umar bin Khotob pernah hendak membunuh Rasulullah
Saw., ketika mendengar adiknya sudah masuk Islam, yang justru ketika dia
membaca lembaran ayat suci yang dipegang oleh adiknya, dirinya sadar, dan masuk
Islam. Khalid bin Walid dalam perang Uhud berhasil mengcaukan pasukan kaum
muslimin lewat pasukan berkuda yang mengitari bukit. Amru bin Ash pernah mengejar
kaum muslimin yang hijrah ke Hasyah. Namun, mereka kemudian menyadari
kesalahannya, masuk Islam, dan menjadi tokoh kebaikan.
Adapun Ki Mastanu,
setelah menyadari kekeliruannya dengan membantu pejuang, justru ditangkap dan
diasingkan. Sementara itu, namanya yang sudah menjadi buah bibir, menjadi lagu
mainan anak, tidak berubah. Dia tetap disebut sebagai si tukang olo-olo, dekat
ke kompeni, dan tidak ada yang menggelarinya sebagai pahlawan, dan tidak ada
yang memperjuangkan dirinya sebagai pahlawan, padahal dia benar-benar pahlawan,
karena pahlawan ialah siapa saja yang menggadaikan hidupnya dengan menentang
penjajah, dan mengalami kepahitan hidup akibat pendirian tersebut.
Akhirnya, kita hanya
bisa mendoakan, agar Ki Mastanu, yang telah menebus kesalahannya itu mendapat
ampunan dari Allah Swt., dan menjadi salah satu dari ribuan pahlawan bangsa,
yang memperjuangkan kemerdekaan.