Pementasan Monolog EdMINUS ander SKOR: Harus Jadi Presiden! -->
close
10 June 2014, 6/10/2014 08:36:00 PM WIB
Terbaru 2014-06-10T13:36:47Z
Artikel

Pementasan Monolog EdMINUS ander SKOR: Harus Jadi Presiden!

Advertisement
Agus susilo

Karya/sutradara/actor: Agus Susilo

HASRAT BERKUASA YANG MEMBIUS BAWAH SADAR MANUSIA

Kedai Proses kembali menggetarkan iklim kesenian di Bengkulu. Komunitas seni yang dipimpin Edi Ahmad ini melakukan sinergi kreatif bersama Taman Budaya Bengkulu untuk menghadirkan pergelaran seni berkualitas. Dalam proses kreatif yang rutin dilaksanakan, akhir Mei ini mereka menghadirkan pagelaran Monolog dari luar provinsi. Pilihan mereka jatuh pada Teater Rumah Mata yang dipimpin Agus Susilo.

Pementasan teater monolog ini mempersembahkan tajuk yang berjudul edMinus anderSKOR: Harus Jadi Presiden! Karya/sutradara/actor: Agus Susilo pada Sabtu, 31 Mei 2014, 20.00 Wib di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Jl.pembangunan no 11 padang harapan Bengkulu. Pada acara ini juga ditampilkan kreatifitas SMP Negeri 8 Bengkulu mengeksplorasi bunyi dari ember cat bekas hingga menghasilkan komposisi music sampah harmonis.

Pementasan monolog edMINUS anderSKOR: Harus Jadi Presiden! mengguncang emosi-emosi terdalam penonton yang memenuhi gedung teater. Mereka larut dalam terror dan tekanan psikis pemeran bapak lumpuh. Hampir seluruh penonton standing aplaus setelah menyaksikan pargelaran tersebut. Sejatinya, karya ini sebagai upaya pembacaan terhadap kondisi kontemporer Indonesia bertepatan dengan hari kelahiran Pancasila. Kondisi politik yang makin memanas setelah Pemilu Legislatif dan disusul Pemilu Presiden dan wakil presiden membawa masyarakat Indonesia pada situasi antara sadar dan bawah sadar. Hal itu disebabkan hasrat berkuasa yang menjebak harapan pada satu jalur kepentingan saja; kekuasaan!


Dengan apik kreator teater dari Teater Rumah Mata Medan ini menghidupkan teks monolog di atas kesederhanaan settiing panggung. Karya monolog ini berusaha membunyikan gejolak batin masyarakat kelas bawah yang dianggap orang-orang terbuang berharap mampu membongkar keterasingan tubuhnya dari kondisi sosial untuk mewujudkan cita-cita. Keluarga yang bangkrut ini; gelandangan, bisu dan lumpuh berjuang untuk membuat peradaban baru di Indonesia. Salah satu cara yang harus ditempuh adalah menjadikan si anak bisu jadi presiden. Apapun caranya, bagaimanapun jalannya cita-cita itu harus terwujud walaupun harus menggadaikan. Keinginan membabi-buta tapi tidak didukung realitas social telah melahirkan dilemma psikis di tubuh peran.

Kekacauan psikis semakin parah ketika bapak lumpuh tanpa memperhitungkan kondisi anaknya yang bisu memaksakan impian-impiannya agar direalisasikan. Akibatnya bapak lumpuh terperangkap dalam kerangkeng harapan-harapannya. Hal ini mengkondisikan tubuhnya sebagai sosok yang tidak siap menerima kenyataan hidup. Bapak lumpuh terus mengocok pikirannya agar si anak bisu kuat dan tidak malu pada kemiskinan.

"Kemiskinan bisa membuat kita kuat. Tahan banting menghadapi kegilaan dunia ini. Siapa yang takut miskin dia tidak akan bisa jadi orang besar. Minus, kau harus jadi presiden!
Kata bapak lumpuh pada kehampaan agar si anak bisu tetap kuat dari segala hinaan dan cercaan orang-orang di sekelilingnya. Bapak lumpuh tidak mempedulikan efek psikis si anak bisu. Dia terus membombardir tubuh anaknya untuk mewujudkan cita-cita; Harus Jadi Presiden!"

Karakter bapak lumpuh mewakili manusia Indonesia kontemporer; mengutamakan tercapainya kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan bersama. Racun politik telah membius kebisuan gagasan kita membunyikan control social. Hasrat berkuasa telah membutakan nilai-nilai kemanusiaan bangsa Indonesia, tidak peduli miskin atau kaya. Yang kaya akan menggunakan modalnya untuk menginjak-injak harga diri rakyat jelata. Yang miskin terus bermimpi keluar dari penjara kesialan nasib.  Nilai-nilai Pancasila hanya dijadikan aksesoris dalam kehidupan berbangsa.

Karya monolog edMINUS anderSKOR: Harus Jadi Presiden! menawarkan suatu kesadaran bersama pada publik tentang bahayanya hasrat berkuasa bila mendarah daging dalam kehidupan. Tak ada lagi relasi manusiawi. Semuanya berinteraksi seperti mesin. Dikendalikan oleh kekuatan besar dalam tubuh manusia yang bernama impian bawah sadar. Hasrat berkuasa akhirnya menjadi bisu agar manusia tetap semangat meraih kesejahteraan hidup sekaligus bisa yang mematikan potensi akai manusia.

Menyaksikan kehidupan monolog edMINUS anderSKOR: Harus Jadi Presiden! di panggung teater tertutup taman budaya Bengkulu seakan kita melihat miniatur Indonesia. Pada situasi ini sebenarnya kita harus bermeditasi massal untuk menemukan pencerahan; dibalik proses kreatif terkandung amanat yang dapat menjadi pemicu kesadaran kita merubah kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik.

Kedai Proses berhasil menghadirkan pergelaran berkualitas sekaligus memberikan suntikan moral pada penggiat kebudayaan di Bengkulu untuk terus membaca realitas social dan menghadirkan secara estetik di panggung. Sebuah proses kreatif yang patut mendapat sambutan positif demi kemajuan kehidupan berkesenian, khususnya teater di Bengkulu. Salut untuk Agus Susilo (Teater Rumah Mata Medan). Setelah pementasan monolog edMINUS anderSKOR: Harus Jadi Presiden! saatnya para kreator seni dan penggiat kebudayaan di Bengkulu melahirkan karya-karya yang monumental dan dapat memberi efek perubahan pada realitas sosial Bengkulu.

- baca juga : Pementasan Drama : Nilam binti Malin (Komunitas Seni nan Tumpah)

- baca juga : Cara Kirim Tulisan ke Media Cetak 



Ads