Advertisement
Tubuh manusia memiliki potensi dan kekuatan yang luar biasa. Terkadang seseorang tak menyadari bahwa kekuatan terbesar justru datang dari dalam tubuh ketika hati dan pikiran mengendalikan gerakan tiap anggota tubuh, sekecil apa pun gerakan itu.
pojokseni.com - Tak hanya sekadar berpindah posisi, tubuh beserta semua gerakannya dapat menjadi kekuatan yang mampu menumbuhkan motivasi seseorang. Seni gerak pun banyak dipakai dalam pelatihan atau kegiatan-kegiatan perkembangan psikologis seseorang.
Seperti Kamis pekan lalu, Life Identity Institute memanfaatkan seni gerak dan teater sebagai media penumbuh motivasi bagi mereka yang hadir di aula Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DI Yogyakarta.
Selama hampir dua jam, sekitar 20-an orang ikut dalam kegiatan bertajuk "Katarsis di Tengah Krisis Menuju Indonesia Baru" itu.Pembacaan puisi mengenai berita duka ditemukannya sebuah dompet kulit warna hitam sebagai representasi bangsa Indonesia, mencoba menggiring semua yang hadir pada kondisi sosial aktual Indonesia. Tak lama kemudian, sambil bergandeng tangan, semua penonton menyanyikan lagu Ilir-ilir. Di tengah-tengah lagu, sambil tetap bergandengan tangan, mereka diajak berdiri dan membentuk lingkaran.
Dari lingkaran itulah proses psikologis dimulai. Seniman Endi Reza dari Life Identity Institute memimpin jalannya proses tersebut. Sedari awal peserta diingatkan bahwa mereka tidak akan berubah tanpa adanya kesadaran diri untuk berubah. Perubahan pun tak akan terjadi jika bukan diri sendiri yang mengubahnya.
sumber : roeangkreatif.com |
Para peserta yang bergabung dalam lingkaran itu sendiri berasal dari berbagai latar belakang, seperti pekerja seks, homoseksual, mahasiswa, relawan, dan mereka yang sering berkumpul dan berkegiatan bersama PKBI DIY. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki, para peserta tersebut didorong untuk membuang segala sesuatu yang menjadi penghambat keyakinan diri.
Dan segala sesuatu pun dimulai dari hal yang sederhana. Siang itu senyum yang menjadi pengawal proses penemuan dan pembangkitan kepercayaan diri. Jangan salah, senyum pun bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Reza pun mendorong para peserta untuk tak sekadar menggerakkan bibir mereka. Lebih dari itu, dengan ikhlas menjiwai senyuman dengan hati yang riang. Ketika dimulai dari hati, senyum pun akan disertai dengan ekspresi kegembiraan. Mereka mencobanya dan perlahan-lahan suara tawa pun menyertai senyum-senyum baru mereka. Hati riang, beraktivitas akan semakin ringan.
Dalam suasana hati yang sudah lebih ringan, Reza lalu menceritakan kisah pemburu yang selalu berburu dengan penuh keyakinan. Ia tak pernah putus asa sebelum mampu membawa pulang binatang. Ia pun punya keberanian untuk mencoba hal-hal baru meski terkadang dilakukan secara terburu-buru tanpa persiapan matang.
Diceritakan pula mengenai kisah sepasang sahabat petani dan pemburu yang sama-sama ingin bertukar pekerjaan karena tak merasa puas dengan apa yang dimiliki dan merasa apa yang dihasilkan rekannya lebih baik. Dari kedua cerita itu peserta dimotivasi untuk belajar menanggapi, bukan bereaksi terhadap situasi hidup.
Untuk menanggapi situasi hidup ini, seseorang harus memiliki semangat hidup yang bisa muncul dari berbagai hal, antara lain dari gerakan. Mendalami semangat dalam gerak ini, Reza mencontohkan bagaimana kekuatan dapat dilihat dari gerak yang ia peragakan melalui pantomim. Seorang peserta pun diminta memeragakan kegiatan yang dilakukan di dalam kamar mandi.
Dari peragaan gerak pantomim tersebut, para peserta dapat melihat bagaimana semangat mampu membuat kekuatan dan gerak dapat dimaknai. Orang-orang di sekeliling akan kesulitan membaca makna di balik gerakan ketika dilakukan secara asal-asalan dan tanpa tenaga. Bagi seseorang sendiri, gerak yang dilakukan dengan
penuh daya dan semangat akan memberi kekuatan dan motivasi lebih untuk menyelesaikan apa yang dikerjakan.
Setelah penumbuhan motivasi melalui cerita dan praktik gerak bermakna, peserta memasuki kegiatan bedah jiwa. Dengan iringan musik, baik yang berasal dari alat musik maupun bagian tubuh seperti kaki dan tangan yang memengaruhi emosi, para peserta didorong untuk menyemangati diri mereka sendiri. "Percaya bisa" kata-kata itu terus dilafalkan, dari irama tenang sampai mengentak penuh semangat.
Setelah termotivasi dalam luapan emosi, para peserta kembali ditenangkan dengan renungan dalam suasana yang lebih santai. Mereka kembali diingatkan bahwa pilihan untuk mengubah hidup ada di tangan mereka masing-masing. Mereka sudah diyakinkan bahwa mereka mampu dan memiliki kepercayaan diri, selanjutnya mereka sendiri yang harus mengangkat kaki untuk melangkah. "Sebelumnya, saya banyak memikirkan pandangan-pandangan masyarakat yang menjengkelkan. Akan tetapi, sekarang saya bisa menerima diri saya
sendiri. Pasti ada yang positif dari diri saya dan saya nggak akan bermimpi lagi untuk menjadi orang lain," tutur Uki, salah seorang peserta usai acara. Ia percaya bahwa semangat yang dikeluarkannya lewat gerak mampu menguatkan dan mengubah dirinya. (Kompas, Rabu, 07 Maret 2007)