Advertisement
TANGAN
seharusnya tangan bukan hanya tangan
tapi tangan yang memang tangan tak Cuma tangan tapi tangan yang tangan pasti
tangan tepat tangan yang dapat lambai yang sampai salam
seharusnya tangan bukan segumpal
jari menulis sia sekedar duri menulis luka mengusap mata namun gerimis tak juga
reda
walau lengkap tangan buntung walau
hampir tangan buntung walau satu tangan buntung walau setengah tangan buntung
yang copot tangan buntung yang lepas tangan buntung yang buntung tangan buntung
segala buntung segala tak tangan
hanya jam yang lengkap tangan
menunjuk entah kemana
1976
Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK ,1981
Analisis dengan pendekatan Strukturalisme :
1.
Sign
(Tanda)
Penekanan dimulai dari judul
“TANGAN” yang menyiratkan sesuatu yang berpasangan, memiliki tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing, namun saling melengkapi.
Hampir sama seperti puisi sebelum-sebelumnya,
Sutardji Calzoum Bachri kembali memberikan tanda dalam puisi berjudul “Tangan”
ini. Di bait pertama, ditemukan 9 buah
kata tangan, sedangkan di bait ketiga ditemukan 9 buah “tangan buntung”. Bila
kita analogikan kata “tangan” dengan kesempurnaan atau sesuatu yang cukup, maka
kata “Tangan buntung” sementara bisa diartikan ketidaksempurnaan atau sesuatu
yang kurang cukup.
Bila diletakkan sementara bahwa
dalam puisi “Tangan”, Sutardji memberi tanda bahwa tangan (yang juga merupakan
judul puisi) merupakan sesuatu yang sepasang. Termasuk, kesempurnaan yang
selalu berpasangan dengan ketidak sempurnaan, kelebihan dengan kekurangan dan
cukup dengan tidak cukup.
2.
Oposisi
Binner
Dalam memperhatikan pasangan kata
yang memberntuk kalimat di puisi ini, penulis memperhatikan beberapa kalimat :
“seharusnya tangan bukan hanya
tangan” -> “Tangan” yang dimaksud
tidak hanya sekedar tangan yang biasa
“tapi tangan yang memang tangan” -> Tetapi lebih
menjalankan tanggung jawabnya sebagai “Tangan”
“tak
Cuma tangan tapi tangan yang tangan” -> tidak hanya sebatas tanggung jawab
biasa, tetapi memang melaksanakan segala kewajibannya sebagai “Tangan”
“pasti
tangan tepat tangan yang dapat lambai yang sampai salam” -> harus tangan
yang dapat dengan tepat berada diposisinya dan melakukan segala yang perlu
dilakukakannya dengan baik.
Kemudian,
dihubungkan dengan lawan katanya :
“walau
lengkap tangan buntung” = Dalam keadaan yang lengkap, “tangan” tetap masih
buntung atau rugi atau menerima ketidak sempurnaannya.
“walau
hampir tangan buntung” = Dalam keadaan yang hampir mendekati sempurna, “tangan”
masih tetap belum sempurna.
“walau
satu tangan buntung walau setengah tangan buntung” = dalam keadaan yang tepat, “tangan” masih tetap
dalam keadaannya yang belum sempurna begitu pula ketika hanya mendapat
sebagian.
“yang
copot tangan buntung yang lepas tangan buntung” = apapun yang terjadi, yang menanggungnnya tetap
“tangan yang buntung”
“yang
buntung tangan buntung” = pada akhirnya, yang menanggung hanyalah tangan yang
buntung.
3.
Hubungan sintagmatik dan
paradigmatik
Ditemukan hubungan sintagmatik
dalam kata :
hanya tangan : tangan yang hanya
sebatas tangan dalam bentuk kasar
Cuma tangan : tangan yang “Cuma” sebatas tangan
pasti tangan : tangan yang
benar-benar “Tangan”
tepat tangan : tangan yang tepat
pada posisinya
segumpal jari : gambaran penyair
tentang tangan yang hanya “tangan” yakni hanya sebatas segumpal jari.
menulis sia : melakukan hal yang tak
berguna atau sia-sia
sekedar duri : hanya memberi sedikit
pengaruh
tangan bunting : tangan yang dalam
keadaan tidak sempurna
satu tangan : hasil yang digapai
tangan dalam kondisi memuaskan.
setengah tangan : hasil yang diraih
tangan dalam kondisi memuaskan sebagian.
Hubungan Paradigmatik :
segumpal jari -- menulis sia : Hanya sebatas
bentuk luar yang hanya bisa melakukan hal yang sia-sia.
sekedar duri --- menulis luka :
Sekedar sesuatu yang tidak berpengaruh besar dan menambah kesusahan.
mengusap mata --- gerimis tak juga
reda : melakukan hal yang tepat, namun tetap tidak ada hasil yang Nampak.
segala buntung --- segala tak tangan
: segalanya yang tak sempurna segalanya tidak bisa menjadi “tangan” yang sesungguhnya.
hanya jam --- lengkap : waktu, yang
terus berdetak tanpa henti, hanya itulah yang mampu melakukan tanggung jawabnya
dengan baik.
4.
Tipografi
Tidak ada yang begitu menarik perhatian dari tipografi puisi
berjudul “Tangan” ini. Kemungkinan, dari penyusunan katanya yang berbentuk
persegi solid, penyair menginginkan pembaca menafsirkan beberapa arti dari
pembentuk persegi, yakni garis horizontal dan vertical. Dikembalikan ke
definisi tangan diawal, berarti kemungkinan besar adalah berpasangan, antara hubungan
“kesamping” dan “keatas”.
5.
Kesimpulan
Menganalisa puisi berjudul “Tangan” ini, sampai pada suatu
kesimpulan bahwa Sutardji menuturkan adanya sesuatu yang berpasangan dalam
hidup. Ada sesuatu hal yang seharusnya menjadi “sempurna” namun, yang diharap
sempurna justru menjadi suatu hal yang tidak sempurna. Selain itu, analisis ini menggambarkan adanya kekecewaan yang besar dari penulis puisi terhadap keadaan sekitar yang berjalan tidak sesuai dengan kenyataan.
Untuk ilustrasi : Pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin
yang amanah, bertanggung jawab, dan memperhatikan rakyat. Bukan hanya pemimpin
yang hanya bisa menambah luka, melupakan semua kewajibannya dan berlari dari
tanggung jawabnya.
Namun, justru kita hanya mampu mendapatkan pemimpin yang tak
amanah. Dalam ekadaan yang baik, dalam keadaan ekonomi stabil, maupun dalam
keadaan krisis, justru hanya rakyat yang menjadi “tumbalnya” Pada akhirnya,
Sutardji memaparkan hanya waktu atau mungkin “Penguasa” waktu yang sempurna
atau lengkap. Sedangkan, “tangan” hanya berjalan tanpa jelas arah tujuan.
Bila ingin mengutip sebagian atau keseluruhan dari artikel di situs ini, harap menyertakan sumber : www.teaterpetass.com
Jangan lupa dapatkan novel terbaru Adhyra Irianto : "Pencuri Hati" di Gramedia kota anda
Baca infonya disini >> Novel Pencuri Hati, Adhyra Irianto