Advertisement
Teater eksperimental atau drama eksperimental ditujukan sebagai sifat dari sebuah pertunjukan teater. Aliran avant-garde (barisan depan) menjadi salah satu pelopor aliran ini. Sejumlah intelektual, seniman dan sastrawan menjadikan pertunjukan yang lebih konseptual dalam pendekatan artistiknya, serta menggaungkan nilai-nilai tertentu lewat ekperimen pertunjukan.
Drama eksperimental memang lebih ditujukan dalam konsep tontonan, atau mau nonton silahkan, nggak ya sudah. Meski begitu, bukan berarti tidak mengindahkan kaidah dramaturgi. Sebagai catatan awal, dari berbagai sumber dapat disimpulkan bawah drama eksperimental lebih merupakan eksperimen seorang sutradara.
Konsep lain menyatakan bahwa, dikatakan oleh Putu Wijaya, drama ini berbentuk teror mental. Konsep drama yang terkadang lebih menonjolkan gesturikal dipadu dengan kekuatan musik dan properti. Penonton dapat dimanjakan dengan pertunjukan yang lebih menyerang hati daripada matanya.
Drama Eksperimental, memang secara kasar kita sebut adalah hasil dari eksperimen satu orang atau lebih. Dengan menekankan pada konsep pertunjukan, kadang drama eksperimental berisikan tari, gerakan gesturikal hingga pantomime. Drama absurd buatan Samuel Beckett misalnya, diawali dengan eksperimen hingga muncullah aliran absurdisme tersebut.
Saat ini, sudah banyak teater yang berhasil menunjukkan drama eksperimental. Sejumlah aliran selain absurdisme, seperti simbolisme, surealisme dan sebagainya yang termasuk di teater non-konvensional atau post realis sering kali dimasukkan dalam kategori teater eksperimental. Penggunaan kata "teater" dinilai lebih tepat ketimbang "drama" untuk pasangan kata "eksperimental" mengingat pertunjukan yang diusung berbentuk post-dramatic.
Dalam artikel yang ditulis Adhyra Irianto berjudul "Semangat Eksperimentasi Seniman dan Metode Adaptasi Naskah Teater", ia mengutip pendapat dua sutradara teater, Iswadi Pratama (Teater Satu Lampung) dan Ibed Surgana Yoga (Kalanari Theatre). Bila Iswadi Pratama menyebut "eksperimental adalah semangat seniman yang harus dijaga", maka Ibed Surgana Yoga menyebut bahwa "tanpa semangat eksperimentasi, maka yang hadir justru karya reproduksi".
Sedangkan, mengutip pendapat Zen Hae, bahwa "eksperimental" ini menjadi semacam "kedok" untuk teater amatir mementaskan teater "non-konvensional" yang disebut oleh Zen Hae sebagai "apa-apa yang bukan realis".
Dalam artikel berjudul "Fenomena Grup Amatir Mementaskan Teater Non-Konvensional: Kemajuan atau Alibi Ketakberdayaan Menguasai Realisme?" disebut bahwa
"....teater tubuh dalam bentuk baru, lebih sering pula disebut dengan 'atraksi teater' karena menampilkan gerakan yang tidak hanya asing, tapi juga sulit dilakukan. Persis seperti pertunjukan tari kontemporer, sehingga teater bentuk satu ini juga sering disebut teater tari."
Bentuk teater non-konvensional ini juga sering dirujuk sebagai bentuk dari "teater eksperimental".