Menerjemahkan karya Sastra (Menurut Sapardi Djoko Damono) Bagian Terakhir -->
close
24 March 2015, 3/24/2015 02:20:00 AM WIB
Terbaru 2017-09-29T13:04:40Z
Sastra

Menerjemahkan karya Sastra (Menurut Sapardi Djoko Damono) Bagian Terakhir

Advertisement
Sapardi Djoko Damono
(Sebelumnya baca dulu Menerjemahkan karya sastra bagian III)

Usaha untuk memindahkan pengalaman dan penghayatan terhadap hidup milik bangsa lain ke kebudayaan kita sudah berlangsung sejak kita mengenal sastra tulis. Mungkin bahkan bisa dikatakan bahwa dalam perkembangannya, sastra tulis kita digerakkan oleh kegiatan penerjemahan. Dalam adikarya Zoetmulder mengenai sastra Jawa Kuno, Kalangwan, kita diberi penjelasan mengenai eratnya hubungan antara penerjemahan dan penciptaan karya sastra. Jelas bisa kita simpulkan bahwa peranan Ramayana dan Mahabharata terhadap perkembangan sastra Jawa Kuno sangat menentukan. Mungkin bahkan bisa dikatakan bahwa para pujangga kita di zaman lampau adalah penerjemah atau penyadur. Keadaan yang serupa terjadi dalam perkembangan sastra Melayu klasik. Dikatakan oleh Richard Windstedt dalam A History of Classical Malay Literature bahwa Any one who surveys the field of Malay literature will be struck by the amazing abundance of its foreign flora and fauna and the rarity of indigenious growth.

Berdasarkan kenyataan tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa segenap terjemahan karya sastra yang selama ini kita kerjakan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sastra kita. Langsung atau tidak langsung, penerjemahan itu ikut menggerakkan sastra kita. Kita tentunya sepakat bahwa terjemahan sastra yang kita inginkan adalah yang berupa karya sastra juga dalam bahasa sasarannya. Syarat itu sangat penting sebab jika tidak, sumbangannya terhadap apresiasi dan perkembangan sastra perlu dipertanyakan. Bahkan kita boleh menyatakan bahwa faktor kesastraan dan keterbacaan dalam terjemahan lebih penting daripada ketepatan penerjemahannya.

Sejarah sastra dunia telah menunjukkan bahwa ketidaksetiaan, bahkan kekeliruan, dalam penerjemahan bisa saja menciptakan gairah yang membimbing sastra bahasa sasaran. Khalayak sastra terjemahan bukanlah mereka yang memahami bahasa sumber dengan baik, tetapi pembaca yang suka melakukan pengembaraan ke kebudayaan-kebudayaan lain tanpa harus menguasai bahasa sumber. Jumlah mereka sangat banyak, dan akan bertambah banyak. Oleh karena itu kegiatan penerjemahan sastra pasti akan semakin meningkat di masa yang akan datang. (selesai)

Baca juga : Puisi Aku Ingin, Karya Sapardi D Damono atau Kahlil Gibran?

Ads